Sabtu, 02 Agustus 2008

tugas fiqih & ushul fiqih

pengertian fiqih

Fiqih merupakan salah satu disiplin ilmu Islam yang bisa menjadi teropong keindahan dan kesempurnaan Islam. Dinamika pendapat yang terjadi diantara para fuqoha menunjukkan betapa Islam memberikan kelapangan terhadap akal untuk kreativitas dan berijtihad. Sebagaimana qaidah-qaidah fiqh dan prinsif-prinsif Syari'ah yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lima aksioma, yakni; Agama, akal, jiwa, harta dan keturunan menunjukkan betapa ajaran ini memiliki filosofi dan tujuan yang jelas, sehingga layak untuk exis sampai akhir zama.

Pengertian Fiqih
Fiqh menurut Etimologi
Fiqh menurut bahasa berarti; faham, sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka memahami perkataanku." ( Thaha:27-28)
Pengertian fiqh seperti diatas, juga tertera dalam ayat lain, seperti; Surah Hud: 91, Surah At Taubah: 122, Surah An Nisa: 78

Fiqh dalam terminologi Islam
Dalam terminologi Islam, fiqh mengalami proses penyempitan makna; apa yang dipahami oleh generasi awal umat ini berbeda dengan apa yang populer di genersi kemudian, karenanya kita perlu kemukakan pengertian fiqh menurut versi masing-masing generasi;
1. Pengertian fiqh dalam terminologi generasi Awal.
2. Pengertian fiqh dalam terminologi Mutaakhirin.
3. Menghindarkan pertikaian dan perpecahan didalam agama.
4. Mengembalikan masalah-masalah yang dipertikaikan kepada Kitab dan sunah.

http://mhamzah.multiply.com/journal/item/266/Mengenal_Ilmu_Fiqh_

Memahami Ushul Fiqh

Secara bahasa yang dimaksud dengan al-ashlu adalah sesuatu yang diatasnya dibangun sesuatu yang lain. Baik apakah bangunan tersebut sifatnya indrawi seperti pembangunan tembok diatas fondasi atau yang sifatnya pemikiran seperti membangun ma’lul (hukum yang terdapat ilat) berdasarkan illat dan (sesuatu) yang ditunjuk oleh suatu dalil. Maka ushul fiqh adalah kaidah-kaidah yang fiqh dibangun diatasnya. pengertian fiqh, secara bahasa, adalah faham. Pengertian seperti itu antara lain terdapat dalam firman-Nya Ta’ala :

"…kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu… " (TQS.Hud (11):91)

Sedangkan menurut istilah para ahli syariah yang dimaksud dengan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syariah yang sifatnya oprasional yang diistimbathkan dari dalil-dalil yang sifatnya rinci. Dan yang dimaksud dengan ilmu tentang hukum-hukum, terkait dengan si alim terhadap fiqh tersebut, bukanlah sekedartahu, tapi pengetahuan yang memungkinkan dia memiliki otoritas atas hukum-hukum syara’ tersebut. Atau dengan kata lain bahwa pengetahuan dan pendalaman tersebut sampai pada level yang dapat mengantarkan si alim terhadap hukum-hukum tersebut memiliki otoritas atas hukum-hukum tersebut. Maka dengan sekedar adanya otoritas tersebut sudah cukup untuk menganggap siapa saja yang sampai pada level tersebut sebagai orang yang layak untuk disebut sebagai orang yang faqih, meski tidak meliputi semuanya. Namun merupakan keharusan baginya untuk memiliki pengetahuan atas hukum-hukum syara’ yang sifatnya cabang, meski secara global, berdasarkan proses kajian dan proses istidlal, dan pengetahuan atas satu atau dua hukum saja tidak disebut sebagai fiqh.

Demikian pula tidak disebut sebagai fiqh ilmu tentang macam-macam dalil yang dapat digunakan sebagai hujjah. Maka ketika aku menyebut fiqh, yang aku maksud adalah kumpulan hukum-hukum oprasional yang cabang sifatnya yang diistimbathkan dari dalil-dali yang bersifat rinci, dan ketika dikatakan bahwa ini adalah kitab fiqh, maka yang dimaksud adalah suatu buku yang didalamnya terkandung hukum-hukum oprasional yang bersifat cabang. Maka ketika dikatakan sebagai ilmu fiqh, yang dimaksud adalah kumpulan hukum-hukum yang sifatnya oprasional. Namun ini hanya khusus untuk hukum-hukum yang sifatnya oprasional. Karenanya secara istilah hukum-hukum cabang dalam masalah aqidah tidak disebut sebagai fiqh, sebab istilah fiqh memang khusus untuk hukum-hukum oprasional, cabang. Artinya (istilah fiqh hanya berkaitan) dengan hukum-hukum yang perbuatan itu dilakukan berdasar pada hukum-hukum tersebut, bukan masalah I’tiqad.
Demikian pula tidak disebut sebagai fiqh ilmu tentang macam-macam dalil yang dapat digunakan sebagai hujjah. Maka ketika aku menyebut fiqh, yang aku maksud adalah kumpulan hukum-hukum oprasional yang cabang sifatnya yang diistimbathkan dari dalil-dali yang bersifat rinci, dan ketika dikatakan bahwa ini adalah kitab fiqh, maka yang dimaksud adalah suatu buku yang didalamnya terkandung hukum-hukum oprasional yang bersifat cabang. Maka ketika dikatakan sebagai ilmu fiqh, yang dimaksud adalah kumpulan hukum-hukum yang sifatnya oprasional. Namun ini hanya khusus untuk hukum-hukum yang sifatnya oprasional. Karenanya secara istilah hukum-hukum cabang dalam masalah aqidah tidak disebut sebagai fiqh, sebab istilah fiqh memang khusus untuk hukum-hukum oprasional, cabang. Artinya (istilah fiqh hanya berkaitan) dengan hukum-hukum yang perbuatan itu dilakukan berdasar pada hukum-hukum tersebut, bukan masalah I’tiqad.

Maka pengertian ushul fiqh adalah kaidah-kaidah yang dibangun diatasnya suatu proses didapatnya otoritas dalam hukum-hukum oprasional berdasarkan dalil-dalil yang sifatnya rinci. Oleh karenanya ushul fiqh itu ditakrifkan sebagai pengetahuan atas kaidah-kaidah yang dapat mengantarkan pada proses istimbath atas hukum-hukum syara’ dari dalil dalil yang bersifat rinci. Sebutan ushul fiqh ini juga berlaku atas kaidah-kaidah itu sendiri. Maka ketika kita menyebut kitab ushul fiqh, maksudnya adalah kitab yang didalamnya termaktub kaidah-kaidah tadi. Dan ketika kita katakan ini ilmu ushul fiqh maksudnya adalah kaidah-kaidah yang mengantarkan pada proses istimbath hukum-hukum syara’ dari dalil-dalil yang sifatnya rinci. Maka pembahasan ushul fiqh adalah pembahasan tentang kaidah-kaidah dan dalil-dalil, pembahasan tentang hukum, sumber-sumber hukum, serta tatacara istimbath hukum dari sumber-sumber ini. Termasuk cakupan ushul fiqh adalah dalil-dalil yang global dan arah penunjukannya atas hukum-hukum syara’, sebagaimana tercakupnya bagaimana kondisi orang yang beristidlal dalam hukum-hukum syara’, namun secara global dan tidak bersifat rinci, atau dengan kata lain pengetahuan tentang ijtihad.

Ushul fiqh mencakup pula tatacara beristidlal, yaitu at-ta’adul dan tarajih terhadap dalil-dalil. Tapi ingat bahwa ijtihad dan tarjih diantara dalil-dalil itu tergantung pada pengetahuan atas dalil-dalil dan arah dalalah dari dalil-dalil tersebut. Karena itulah dua pembahasan ini: dalil-dalil dan arah dalalahnya, merupakan landasan ushul fiqh, disamping pembahasan hukum dan hal-hal yang berkaitan dengan hukum tersebut.
Maka ushul fiqh adalah dalil-dalil fiqh yang sifatnya global, tidak spesifik. Seperti mutlaknya perintah, larangan, perbuatan nabi, ijma’ shahabat serta qiyas. Dengan begitu dalil-dalil yang bersifat rinci tidak masuk dalam pembahasan ushul fiqh, misalnya firman Allah :

“…dan dirikanlah shalat…”(TQS An Nur (24):56)

“…dan janganlah kalian mendekati zina…”(TQS Al Isra'(17):32)

shalatnya Rasulullah SAW di tengah-tengah ka’bah, penetapan perwalian untuk yang dibawah perwalian, dan bahwa wakil berhak mendapatkan upah jika akad perwakilannya berdasarkan upah, diqiyaskan pada hukum karyawan. Itu semua tidak termasuk kategori pembahasan ushul fiqh karena merupakan dalil-dalil yang rinci , spesifik, adapun keberadaannya sebagai contoh dalam pembahasan ushul fiqh bukan berarti merupakan bagian pembahasan ushul fiqh, karena yang dikategorikan sebagai ushul (fiqh) adalah dalil-dalil yang sifatnya global, arah penunjukkan, keadaan orang yang berdalil dan tatacara beristidlal.

Ushul fiqh dibedakan dengan ilmu fiqh karena obyek fiqh adalah perbuatan orang-orang mukallaf , ditinjau dari bahwa perbuatan-perbuatan mukallaf ada yang halal dan haram, sah, batal dan fasad. Sedangkan ushul fiqh obyeknya adalah dalil-dalil sam’I, ditinjau dari sudut pandang bahwa dalil-dalil tersebut diistambathkan hukum-hukum syara’ artinya dari sisi penetapan oleh dalil-dalil tersebut atas hukum-hukum syara’. Maka menjadi keharusan untuk membahas hukum, dan hal-hal yang berkaitan dengannya, dari sisi penjelasan siapa yang memiliki otoritas mengeluarkan hukum, atau dengan kata lain siapa yang berhak mengeluarkan hukum, maksudnya al-hakim, dan dari sisi penjelasan untuk siapa hukum tersebut dikeluarkan, atau dengan kata lain siapa yang dibebani untuk melaksanakan hukum tersebut, mahkum alaihi, dan dari sisi penjelasan hukum itu sendiri, hukum itu apa dan hakikat hukum itu sebenarnya apa. Baru setelah itu diikuti dengan penjelasan dalil-dalil dan arah penunjukan dari dalil-dalil tersebut.

http://fadhliyafas.blogspot.com/2008/04/memahami-ushul-fiqh.html

Tidak ada komentar: